Minggu, 20 Juli 2008

Pengembangan kecamatan

Kunci Utama Pembangunan Kabupaten
Baik kota besar seperti Surabaya, kota sedang seperti ibukota-ibukota kabupaten,
dan kecil seperti kota-kota kecamatan di Jawa Timur telah ditetapkan fungsi
kotanya. Hampir semua produk rencana tata ruang kota yang ada, telah mencantumkan
fungsi kotanya lebih dari satu. Banyaknya peran dan fungsi yang diemban oleh
kota kecil justru mengakibatkan sulitnya pengambil kebijakan untuk memfokuskan
arah kebijakan pada masing-masing kota kecamatan dalam satu wilayah kabupaten.
Karakter dan kekhasan sebuah kota menjadi tidak tampak karena banyaknya fungsi
yang diemban. Kota juga akan sulit diarahkan perkembanganya karena beberapa
fungsinya mempunyai kedudukan yang sama. Bagaimana sebuah kota yang secara
bersamaan difungsikan sebagai kota pendidikan dan pariwisata
dapat direncanakan dengan baik tanpa ada fungsi yang diutamakan dan fungsi
pendukungnya?
Jika yang diutamakan adalah fungsi sebagai kota pendidikan, sudah seharusnya
dicari bentuk kegiatan apa dan bagaimana dari pariwisata sebagai pendukung
dapat menunjang pendidikan? Hal ini akan memudahkan dalam pelaksanaannya karena
sudah jelas mana yang utama dan yang pendukung. Jika yang utama pendidikan,
maka ciri khas kota harus menunjukkan kegiatan pendidikan kegiatan basis (base
sector). Kegiatan pariwisatanya-pun seharusnya merupakan wisata yang mengarah
ke pendidikan.
Jika diamati, perkembangan kota-kota kecamatan di Jatim lebih banyak mengikuti
logika biologik dan mekanisme pasar. Ciri fisiknya menunjukkan keseragaman.
Bentuk kotanya mengikuti jalan utama (linear), seperti kota Kraksaan di Kabupaten
Probolinggo, Lawang di Kabupaten Malang, Genteng di Kabupaten Banyuwangi,
Pandaan di kabupaten Pasuruan, Tanggul di Kabupaten Jember, dan Kota Pagotan
di Kabupaten Madiun. Di jalan utama kota kecamatan tersebut pasti terdapat
pasar kecamatan dan toko-toko yang berjejer.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di tiap kabupaten secara eksplisit telah
mengeluarkan arahan bagaimana kecamatan-kecamatan dikembangkan. Semuanya menjadikan
ibukota kabupaten sebagai kutub pertumbuhan (growth pole) yang secara hierarki
lebih tinggi dari kota-kota kecamatan yang ada. Cara pandang yang demikian
akan selalu melihat kecamatan merupakan wilayah yang perlu diserap sumberdaya
ekonominya ke kota kabupaten.
Ibukota kabupaten selalu menjadi tempat pusat pemerintahan lokal berada. Secara
politis, ibukota kabupaten dalam pelaksanaanya mendapat prioritas untuk dikembangkan
sarana dan prasarananya. Dengan demikian kota-kota kecamatan tidak tumbuh
seperti yang diharapkan. Ibukota kabupaten justru perkembang meninggalkan
kota-kota kecamatan.
Untuk mengatur tata ruang kota-kota kecamatan, Pemerintah Kabupaten mempunyai
produk Rencana Umum dengan Kedalaman Rencana Detail Tata Ruang Kota (RU-RDTRK)
Kecamatan. Didalamnya diatur tentang seberapa banyak kebutuhan fasilitas dan
utilitas bagi penduduknya.
Sebagian besar proses pembuatan RU-RDTRK Kecamatan tidak melibatkan masyarakat.
Masyarakat hanya menerima hasil jadi pada saat produk tersebut disosialisasikan.
Sebenarnya, pelaksanaan peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata
ruang kota kecamatan dapat berbentuk pemberian masukan dalam penentuan arah
pengembangan kota yang akan dicapai dan pengajuan keberatan terhadap rancangannya.
Pengembangan kecamatan lebih memungkinkan tidak hanya untuk mendayagunakan
sumberdaya manusia secara merata tetapi juga untuk menciptakan kesempatan
ekonomi bagi penduduknya. Kota-kota kecamatan yang berpenduduk sedikit, akan
lebih mudah untuk dikelola perkembangannya. Masalah-masalah seperti pengaturan
dan pemanfaatan ruang yang terbatas, pertumbuhan ekonomi, dan pendapatan daerah,
serta pelayanan publik lebih mudah dikelola dan diatasi oleh kota-kota kecamatan
daripada ibukota kabupaten. Disamping itu, masalah-masalah sosial perkotaan,
seperti tertib lalu-lintas, kriminalitas, dan kelompok-kelompok marginal jarang
muncul di kota-kota kecamatan.
Kalau ibukota kabupaten dipandang sebagai sebuah pusat kekuatan (strength),
maka kota-kota kecamatan yang berjumlah banyak merupakan peluang (opportunity)
sesuai dengan ke-khas-an potensi sumberdaya di masing-masing kota kecamatan.
Perubahan paradigma tentang perencanaan kota dan wilayah sudah waktunya dilakukan
oleh Pemkab mengingat peluang bagi pengembangan kota-kota kecamatan sangatlah
besar. Harus ada kemauan politis Pemkab untuk mendistribusikan kegiatan pembangunan
infrastruktur ke kecamatan-kecamatan. Tanpa kemauan politis, jangan harap
kita akan bisa seperti provinsi-provinsi di Cina yang ekonomi sedang menggeliat.
Pemerintahan provinsi disana melakukan penyebaran (spread) pembangunan infrastruktur
pada kota-kota kecil.
Peluang mengembangkan kecamatan didasari oleh kontribusi ekonomi kecamatan
pada produk domestik regional bruto (PDRB) kabupaten. Babat, Paciran dan Brondong
merupakan kecamatan-kecamatan yang besar sumbangnya bagi ekonomi regional
Kabupaten Lamongan. Keunggulan masing-masing kecamatan di Kabupaten Bondowoso
seperti Kecamatan Sempol dengan perkebunan dan agrowisata, dan Kecamatan Tapen
dengan produk kerajinan kuningan, menjadi dasar untuk lebih memperhatikan
kecamatan sebagai wilayah yang perlu dikembangkan.
Peluang investasi harus dibuka penuh di kecamatan-kecamatan dengan harapan
tidak terjadi urbanisasi berlebih ke ibukota kabupaten atau bahkan ke Surabaya
sebagai ibukota provinsi. Untuk itu, pembangunan sarana dan prasarana di kecamatan-kecamatan
perlu disiapkan. Tak kalah penting yang perlu disiapkan adalah mengenai bagaimana
mempermudah perijinan, adanya jaminan keamanan bagi investor dan kepastian
hukum.
Mengenai perijinan dan jaminan bagi investor, Pemkab-pemkab di Jatim dapat
mencontoh apa yang dilakukan oleh Pemkab Lamongan. Kemudahan dan kecepatan
memperoleh perijinan investasi dan jaminan keamanan membuat para investor
dibidang property berebutan untuk menanamkan modalnya di sana. Terobosan lain
yang menarik adalah kemampuan Pemkab Lamongan dalam menyediakan lahan-lahan
matang yang siap bangun.
Apa yang dilakukan Pemkab Lamongan merupakan terobosan yang baik dalam mengelola
kemajuan wilayahnya. Untuk keperluan itu semua, kecamatan-kecamatan terlebih
dahulu disiapkan segala aturan dan perangkatnya seperti mekanisme perijinan
dan rencana tata ruang-nya. Tidak hanya Kota Kecamatan saja yang memiliki
tata ruang tetapi seluruh wilayah administratif kecamatan perlu dibuatkan.
Rencana tata ruang harus disiapkan agar mampu menarik bagi investor, bukan
investor yang menentukan rencana tata ruang.
Pada sisi lain, ada beberapa kabupaten di Jatim yang belum menyiapkan rencana
tata ruang bagi kecamatan-kecamatan di daerahnya. Ketika ada investor yang
mau masuk, ternyata ijin lokasi belum bisa dikeluarkan karena lokasi tempat
kegiatan investor tersebut belum ada rencana detailnya.
Baru-baru ini, ketidaksiapan tersebut terjadi di Kecamatan Kalitidu, Kabupaten
Bojonegoro. Investor bidang perminyakan belum mendapat ijin lokasi karena
lokasinya belum ada rencana detailnya. Hal tersebut membuat Pemkab terburu-buru
untuk membuat rencana detail tata ruang. Pada sisi lain, keterburuan tersebut
tentunya kurang baik karena sesuatu yang direncanakan dengan terburu-buru,
hasilnya tidak akan memuaskan dan cenderung merendahkan kualitas.
Pertumbuhan kota-kota kecamatan perlu direncanakan dengan membuat sebuah perencanaan
yang komprehensif. Apabila pertumbuhannya dibiarkan secara alamiah mengikuti
logika biologik ataupun menurut mekanisme pasar, tanpa mengacu pada perencanaan
yang disusun, justru akan banyak menimbulkan masalah dikemudian hari.
Langkah utama yang perlu dalam mengembangkan kecamatan --selain infrastruktur--
adalah menyiapkan sumberdaya manusia agar kemampuannya dapat mengikuti perkembangan
yang akan terjadi. Budaya partisipatif masyarakat harus menjadi bagian yang
inheren dalam setiap pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil harus tersosialisasi
kembali secara merata dan dilakukan secara terus menerus.
Kecamatan-kecamatan yang akan dikembangkan perlu disiapkan dan direncanakan
secara mendalam. Prediksi-prediksi yang dilakukan harus mampu menjawab kecenderungan
perkembangan nantinya. Dampak negatif yang merusak daya dukung lingkungan
perlu diminimalisir. Eksploitasi sumberdaya alam di tiap kecamatan diharapkan
tetap memperhatikan kemampuan daya pulih alam untuk memperbaiki dirinya
Jadi, pengembangan kecamatan-kecamatan perlu direncanakan dengan paradigmabaru, yaitu perencanaan bersama masyarakat (PBM) agar perkembangannya sesuaidengan harapan penduduknya. Dengan PBM, kebutuhan-kebutuhan masyarakat (communityeds) yang riil dapat diketahui. Proses pembangunan kecamatan dengan melibatkanmasyarakat memang akan mengalami waktu yang lama, tetapi hasilnya justru dapatdirasakan penduduknya karena penduduklah yang tahu akan kebutuhannya.

Tidak ada komentar: